BANGKINANG – Pengadilan Negeri Tipikor Kota Pekanbaru menggelar sidang perkara penyalahgunaan penyaluran pupuk subsidi tahun 2020 hingga tahun 2021 di Kabupaten Kampar dengan menghadirkan tiga orang terdakwa.
Ketiga orang terdakwa tersebut adalah Noufal selaku PPL (Pemilik Pupuk dan Pengelola), sedangkan Gustina dan Darmansyah selaku koordinator yang juga merupakan tim verifikator di BPP (Balai Penyuluh Pertanian) Kecamatan Kuok.
“Sidang perdana yang digelar pada Jumat kemarin (3/11) di PN Tipikor Pekanbaru dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacakan Muhammad Sadig Anggara dan K Ario Utomo Hidayatullah TA,” ujar Kajari Kampar Sapta Putra melalui Kasi Pidsus Marthalius didampingi Kasi Intel Rendy Winata, Selasa (7/11/2023).
Martha menjelaskan, bahwa terdakwa Noufal didakwa dengan Pasal 2 dan Pasal 3. Primair Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Jadi dari ketiga tersangka ini ada dua pasal yang diterapkan, yakni primer pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang Undang Tipikor kemudian Pasal 3 Jo 18 Undang Undang Tipikor. Pasal 2 ini ancaman hukumannya minimal 4 tahun maksimal 20 tahun dan denda minimal 200 Juta dan maksimal Rp1 miliar. Sedangkan pasal 3 minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun dan untuk denda minimal Rp50 juta serta maksimal Rp1 miliar.
Martha mengatakan, dalam dakwaan untuk tersangka Naufal dalam menyalurkan pupuk subsidi pada 2020 dan 2021 tidak sesuai dengan rencana difinitif kerja kelompok tani kelompok tani (RDKK). Intinya tidak menyalurkan pupuk sebagai mana mestinya.
“Dari hasil LHP dari Inspektorat Provinsi Riau diperkirakan kerugian negara mencapai Rp7 miliar,” jelas Martha.
Martha menambahkan untuk tersangka Gustina dan Darmansyah karena melakukan verifikasi tidak melakukan pengecekan petani yang berhak mendapatkan pupuk subsidi. Memberikan laporan yang fiktif ke Pupuk Indonesia. Berdasarkan hasil verifikasi tersebut negara membayar.
“Atas dakwaan tersebut, pihak penasehat hukum tiga terdakwa melakukan esepsi pada sidang pekan ini,” jelas Martha.(01)